Selasa, 18 Oktober 2016

Sejenak Melepas Penat



Apa arti akhir pekan bagi kalian?
Bagiku akhir pekan atau hari senin sama saja, semua sama. Kecuali saat kau berani mengambil resiko. Saat kau harus pergi, lari, dan kabur dari rutinitas. Ya, bisa dikatakan mbolos okeyh, untuk kali ini janganlah kalian tiru, teramat sesat memang.
Hari itu tepat hari sabtu, tanggal 15 Oktober 2016. Sabtu dimana aku merasa mendidih dititik kejenuhan. Sabtu dimana aku harus, kudu dan ingin keluar untuk memuaskan angan. Anganku memang tak terlalu konyol. Tapi saat hari efektif anganku sudah harus kubunuh paksa sampai nanti benar-benar ada kata libur panjang, itupun setelah melewati banyak rintangan.
Yes, biar gak terlalu lama prolognya. Kini aku mulai cerita akhir pekanku minggu lalu. Sebenarnya aku ada beberapa liburan akhir pekan, mulai dari nekat pergi ke bioskop hingga tengah malam demi ‘Habibie Ainun 2: Rudy Habibie’ sampai akhir pekanku dari Malang ke Blitar. Tapi sayang aku tak rajin menuliskan perjalanan singkatku tentang akhir pekan.
Berawal dari kejenuhan dan ide gila. Entah ide itu datang dari mana. Dia datang tanpa aku minta, dia juga datang tanpa permisi. Dia datang seperti para jin yang sedang masuk didunia nyata *horor banget ya bahasanya* Iya, jadi tanpa sadar aku dimasuki ide yang tiba-tiba ingin pergi ke WBL (salah satu tempat wisata di jawa timur tepatnya di kabupaten Lamongan) Okey, semua orang pasti tahu dong ya klo jarak Tuban dan Lamongan itu tak sejauh Paris dengan Jakarta, tapi betapa menyedihkan jika ada salah seorang warga Tuban yang belum pernah mengunjungi WBL sejak tempat itu diresmikan sampai udah direnovasi sebegitu cakepnya.

Rabu, 31 Agustus 2016

Malam




Hai malam.
Apa kabarmu?
Apa kau masih sama dengan malam yang lalu???
Aku harap kau sudah berubah.
Malam. Bolehkan aku bercerita sepenggal kisah tentang seseorang?
Dia seorang yang baru aku kenal. Dia seorang yang baru aku jumpa. Dia seorang yang baru aku tahu. Dia seorang yang baru mengeja namaku. Dia seorang yang tanpa alasan aku ingin berlama-lama dengannya.
Entah, rasa apa ini, Malam.
Yang aku tahu aku hanya bahagia memikirkannya. Yangvaku tahu aku tak jemu terkotori dengan bayangnya. Yang aku tahu aku ingin selalu dan selalu mendoakannya dalam kerinduanku.

Senin, 03 Agustus 2015

#SurgaYangTakDirindukan




Film yang diangkat dari novel karya Asma Nadia dan pastinya nama yang tak asing lagi ditelinga para pembaca fiksi islami maupun penikmat film yang berbau religi. Karena telah banyak judul novelnya diangkat dalam sebuah drama, seperti Catatan Hati Seorang Istri yang di jadikan drama di salah satu stasiun televise hingga menjadi ratusan episode yang tanpa ujung, padahal jika kita tahu novelnya gak setebal filmnya. Ada lagi, Assalamu’alaikum Beijing, Emak Ingin Naik Haji, Jendela Rara, Aisya Putri, dan yang terakhir adaptasi dari Novel bunda Asma Nadia menjadi sebuah film Surga Yang Tak Dirindukan. Sangat banyak bukan, mustahil jika Asma Nadia tak menjadi tranding topic. Tapi jika boleh jujur, aku baru kali pertama membaca novelnya Asma Nadia dan itu adalah Surga Yang Tak Dirindukan, dan baru kenal sama Asma Nadia juga baru-baru ini. Kenapa aku membacanya, karena penasaran dengan film itu sebelum film itu ditayangkan. Alhasil, setelah aku membaca tuntas tak ada rasa kagum pada sosok Meirose. Dan itu sangat berbeda jauh dengan setelah aku menonton film Surga Yang Tak Dirindukan.
Alur dalam novel Surga Yang Tak Dirindukan berganti-ganti. Diawal menceritakan kehidupan Arini yang digambarkan sebagai gadis yang sholihah diperankan oleh Laudya Cintya Bella okeylah, tapi ada sedikit perbedaan dalam novel, karena dalam novel diceritakan jika Arini berbadan sedikit gemuk dan mempunyai tiga anak sedangkan di film hanya Nadia *kasihan mbak Bella kali ya klo harus ngurus tiga anak*. Kemudian bagian kedua sosok Meirose, seorang keturunan China tinggal di Indonesia dan hidup dengan bibinya yang memperlakukan dia layaknya babunya. Tapi tidak saat ditayangkan dalam sebuah film. Meirose diperankan oleh Raline Shah yang berangkat dari keluarga broken home dan tinggal bersama seorang pembantu. Untuk Prasetya, diperankan oleh Fedi Nurul, emmm bagiku cocoklah dengan wajah manisnya Fedi. Itu dari penokohannya.
Lanjut bahas filmnya, dalam film Surga Yang Tak Dirindukan memang lebih bagus dan lebih pasti, karena tak berakhir dengan sebuah ketidakpastian. Diawal film diceritakan Arini sebagai guru dari sebuah tempat belajar anak-anak kecil, dia sebagai guru yang pandai mendongeng dan tanpa sengaja bertemu dengan Prasetya yang mengantarkan Hizbi salah seorang murid Arina yang tidak sengaja terjatuh dijalan. Awal pertemuan Arini dengan Pras, dan ini jugasedikit berbeda seperti dalam novel yang diceritakan saat itu Arini sedang mencari sendalnya setelah mengikuti acara di masjid Kampus. Kemudian setelah berkenalan Pras adalah teman kakak Arini.

Sabtu, 01 Agustus 2015

Catatan Akhir Kuliah




Tepat 1 Agustus 2015. Hari yang seharusnya bersejarah akhir dari perjuang di kampus Hijau UIN Maliki. Tapi kenyataan berbicara lain, entah karena apa dengan tanpa alasan yang pasti jadwal itu mundur satu minggu setelahnya. Okey, sejauh ini taka da masalah, toh jika jadwa itu tetap seperti semula mungkin gak tahu aku telah siap menyambut hari bahagia itu atau tidak, bisa jadi semua jauh lebih kacau. Bukan karena susunan acara atau apa-apa tapi ternyata ada banyak pernak-pernik yang harus disiapkan menuju sebuah pesta wisuda. Ya, mungkin bagi teman-teman laki-laki tak masalah, karena mereka hanya butuh baju putih, celana hitam, sepatu hitam, dan dasi tanpa harus susahnya mencari baju kebaya, make up, dan lain sebagainya. Memang tak ada ketentuan harus menggunakan kostum yang seperi ini itu sih, tapi itu kan akan menjadi salah satu momen yang bersejarah dari beberapa momen sejarah yang lainnya, jadi gak ada salahnya kan klo kita berpenampilan layaknya princess Elsa dengan kekuatan frozen-nya.
Untuk mencapai sebuah pesta wisuda teranyata tak semudah seperti apa yang aku bayangkan. Ya, memang terkadang dongeng jauh lebih indah dari realita. Untuk mencapai sebuah final chapter, step pertama yang harus dilakukan kamu harus menyelesaikan kuliah semua teori yang biasanya ada di semester 1 sampai 7 *klo ada lebihnya itu bonus*, selanjutnya kamu harus melewati yang namanya (PM) Pengabdian Masyarakat dilanjut PKL (Praktek Kerja Lapang) *karena dikampusku emang dibedain antara even dengan masyarakat yg berbasis masjid dengan even yg sesuai jurusan* Ya, manfaatnya kita semakin banyak pengalaman dan semakin dapet banyak teman. Itu rangkaian acara yang harus dilewati sebelum kita berhadapan dengan yang namanya skripsi.

Kamis, 09 Juli 2015

(?)



Aku yang tertikam kehidupan. Lelah disiksa dengan keadaan yang tak pasti. Semua serba semu. Bahkan semua tampak jelas pada diriku. Untuk sebuah nama yang sebagaimana dikata William Shakespeare, apa arti sebuah nama. Tapi bagiku tidak begitu, nama adalah gambaran dari diri seorang. Dan aku bernamakan Tanya. Ya, entah bagaimana kedua orang tuaku berfikir hingga kata tanya menjadi pilihannya untuk inisial gadis yang dengan ribuan tanda tanya ini. Meski aku punya kata lain setelah Tanya, tapi tetap mereka para manusia memanggilku Tanya. Tak pernah menyapaku dengan nama akhirku Shafia yang jauh lebih indah. Dan mungkin hidupku tak akan seberat ini. bukan aku tak bersyukur. Tapi inilah kenyataan yang begitu keras.
Untuk hitungan tahun aku harus rela mengumpulkan kilogram keringat untuk dapat bertahan hidup. Lalu untuk hitungan bulan yang hanya punya tiga puluh hari yang dikata mereka para atasan teramat singkat. Aku harus rela mengorbankan waktu mudaku. Bahkan dalam kumpulan jam yang berderet angka satu hingga dua puluh empat aku harus rela memutar otakku dari tempat awalnya. Menjungkirkannya dari kepala ke bagian paling kotor, telapak kaki. Entah kepada siapa aku harus menyalahkan kehidupanku. Orang tuaku? Sejak aku mengenal usia satu tahun, aku tak pernah melihat kedua wajah mereka. Untuk selembar photopun tak pernah sedetikpun. Hingga aku sempat berfikir jika aku terlahir bukan dari seorang wanita, tapi aku terlahir dari letupan granat, bom atau yang lainnya. Benda yang selalu dihindari banyak insan karena tingkah lakunya yang kan meresahkan semua penduduk bumi. Tapi aku kembali berfikir logis, jika tak ada manusia dibumi ini yang lahir seperti timun mas dalam dongeng penimang upin-ipin dan kawannya.

Kamis, 16 April 2015

FILM : Fast and Farious 7



Kamis malam bertepatan tanggal 9 April 2015 lalu, hari dimana aku bersama teman-temanku menziarahi makam Paul Walker dan merubah studio bioskop menjadi tempat terakhir sang aktor (lebay :D). Jadi begini ceritanya, berawal dari sejak tanggal 3 April film Fast and Farious itu premier di bioskop-bioskop, dan waktu yang tidak menepati karena saat itu aku sedang di rumah, dan yang lebih parahnya lagi kota kelahiranku tidak menyediakan gedung bioskop yang layak atau bisa dikatakan telah ditutup so aku harus rela menunggu buat nonton salah satu film box office itu. Then hari Rabu aku segera kembali ke Malang, dan saat aku mulai mengajak teman-temanku yang cinema holic ternyata aku tertinggal. Lalu aku cari lagi hingga akhirnya aku menemukan Fitri teman sekelasku yang juga hobi nonton yang ternyata baru akan nonton di hari Kamis esok. Tak banyak fikir, aku segera mengajukan diri untuk ikut nonton bareng dan memesan satu tiket. 

Setelah tiket terbeli, kami mendapatkan jam malam pukul 18.30 di salah satu mall di Malang. Saat itu pukul 18.00 aku datang di gerbang belakang UIN Malang karena disitu tempat kita berangkat bareng tapi tidak untuk Fitri dia berangkat dari tempat dia mengajar private. So disana aku, Fia, Afis, Hudi, Sulthon, dan ceweknya yang entah siapa namanya. Setelah semua lengkap segera kita meluncur ke TKP melihat waktu yang semakin cepat menuju angka 18.30. Finally, kita tiba di dalam saat lampu bioskop sudah mati dan itu hal yang aku benci karena kita harus meraba-raba nomer tempat duduk, huhhhh.