Kamis, 09 Juli 2015

(?)



Aku yang tertikam kehidupan. Lelah disiksa dengan keadaan yang tak pasti. Semua serba semu. Bahkan semua tampak jelas pada diriku. Untuk sebuah nama yang sebagaimana dikata William Shakespeare, apa arti sebuah nama. Tapi bagiku tidak begitu, nama adalah gambaran dari diri seorang. Dan aku bernamakan Tanya. Ya, entah bagaimana kedua orang tuaku berfikir hingga kata tanya menjadi pilihannya untuk inisial gadis yang dengan ribuan tanda tanya ini. Meski aku punya kata lain setelah Tanya, tapi tetap mereka para manusia memanggilku Tanya. Tak pernah menyapaku dengan nama akhirku Shafia yang jauh lebih indah. Dan mungkin hidupku tak akan seberat ini. bukan aku tak bersyukur. Tapi inilah kenyataan yang begitu keras.
Untuk hitungan tahun aku harus rela mengumpulkan kilogram keringat untuk dapat bertahan hidup. Lalu untuk hitungan bulan yang hanya punya tiga puluh hari yang dikata mereka para atasan teramat singkat. Aku harus rela mengorbankan waktu mudaku. Bahkan dalam kumpulan jam yang berderet angka satu hingga dua puluh empat aku harus rela memutar otakku dari tempat awalnya. Menjungkirkannya dari kepala ke bagian paling kotor, telapak kaki. Entah kepada siapa aku harus menyalahkan kehidupanku. Orang tuaku? Sejak aku mengenal usia satu tahun, aku tak pernah melihat kedua wajah mereka. Untuk selembar photopun tak pernah sedetikpun. Hingga aku sempat berfikir jika aku terlahir bukan dari seorang wanita, tapi aku terlahir dari letupan granat, bom atau yang lainnya. Benda yang selalu dihindari banyak insan karena tingkah lakunya yang kan meresahkan semua penduduk bumi. Tapi aku kembali berfikir logis, jika tak ada manusia dibumi ini yang lahir seperti timun mas dalam dongeng penimang upin-ipin dan kawannya.