Kamis, 13 September 2012

Ombak Kahlil Gibran

-->
Aku adalah ombak. Aku dan pantai adalah sepasang kekasih. Angin menyatukan dan memisahkan kami. Aku datang dari atas temaram, untuk menggabungkan perak buihku dengan emas pasirnya; dan kesejukan jiwanya yang membara dengan kelembabanku. Menjelang fajar kubacakan dalil gairah buat kasihku, dan ia menarikku ke dadanya. Di senja hari kunyanyikan doa kerinduan, dan ia memelukku.

Tak ada yang lebih indah daripada hari-hari yang dihiasi cinta. Tak ada yang lebih menyakitkan, daripada malam-malam yang penuh ketakutan, karena ditinggal cinta.

Kekasihku, aku bisa memikirkan hal yang sama denganmu. Aku bisa tenang bersamamu sepanjang aku menginginkannya. Ketika bersamamu aku bisa bekerja. Dan sekali lagi, kupikir, “Aku bisa gila tanpa dirimu sekarang”.

Aku mencintai kekasihku, sebelum kita berdekatan, sejak pertama kulihat engkau. Aku tahu ini adalah takdir. Kita akan selalu bersama dan tidak adakan ada yang memisahkan kita.

Tak ada kekuatan di dunia ini dapat mengingkari kebahagiaanku, karena kebahagiaan lahir dari pelukan roh yang disatukan dengan sikap saling memahami dan dipadukan oleh cinta.

Keindahan sejati terletak pada keserasian spiritual yang diberi nama cinta. Yang dapat bersarang di antara seorang lelaki dan seorang wanita.

Ketika tangan laki-laki menyentuh tangan wanita, mereka berdua menyentuh hati keabadian.

Cinta yang hadir di antara kenaifan dan kebangkitan anak-anak muda memuaskan cintanya dengan rasa saling memiliki, dan cintanya mekar dalam pelukan-pelukan mesra.

Cinta tak memberikan apa pun, kecuali keseluruhan dirinya, utuh penuh, dia pun tidak mengambil apa-apa, kecuali dari dirinya sendiri. Cinta tidak memiliki ataupun dimiliki, karena cinta telah cukup untuk cinta.

Setiap orang pasti teringat akan cinta pertamanya dan mencoba menangkap kembali hari-hari yang asing itu, yang kenangannya mengubah perasaan di relung hatinya dan membuatnya begitu bahagia di balik segala kepedihan misterinya.

Engkau, cintaku! Aku mendengar panggilanmu dari balik lautan dan merasakan sayap-sayapmu menyekaku. Aku terbangun dan meninggalkan kamarku serta pergi ke padang-padang. Kakiku dan kurungan jubahku basah oleh embun malam, aku berdiri di bawah pohon badam yang berbunga dan mendengarkan panggilan jiwamu, cintaku.

Hidup tanpa Cinta laksana sebuah pohon tanpa bunga dan buah. Cinta tanpa Keindahan laksana bunga tanpa keharuman dan laksana buah tanpa biji. Hidup, Cinta, dan Keindahan adalah tiga perkara dalam satu inti, yang berdiri sendiri, mutlak dan tidak bisa dipindahkan atau diubah.

Cinta pertama adalah pengalaman paling indah bagi semua manusia. Cinta pertama penuh keindahan, dunia baru yang memenuhi seluruh sisi-sisi kalbu, memenuhi dunia dengan pelangi warna-warni, sehingga ia akan melupakan segala derita rahasia kehidupan ini.


Keabadian tak menyimpan apa-apa kecuali Cinta, karena Cinta adalah keabadian itu sendiri.

Keindahan sejati adalah cahaya yang memancar dari kesucian jiwa dan menyinari tubuh, seperti kehidupan yang akan datang dari kasih bumi yang memberikan warna serta harum aroma pada sekuntum bunga keindahan dan mencipta dalam kalbu apa yang disebut cinta, yang tercipta antara laki-laki dan permpuan.

Apabila cinta memanggilmu, ikutilah dia, walau jalannya terjal berliku. Dan apabila sayapnya merangkulmu, pasrah dan menyerahlah kepadanya, walau pedang yang tersembunyi di sayap itu melukaimu. Dan jika dia bicara kepadamu, percayalah, walau ucapannya membuyarkan mimpimu, bagai angin utara mengobrak-abrik pertamanan.

Hal yang paling indah, adalah kau dan aku selalu berjalan bersama bergandengan tangan dalam keindahan dunia ini tanpa diketahui orang lain. Kita berdua menengadahkan tangan untuk menerima Sang Kehidupan sebab Sang Kehidupan itu dermawan.

Keindahan adalah apa yang menarik jiwa, kepadanya cinta diberikan dan bukan diminta.

Cinta turun ke dalam roh kita melalui kehendak Tuhan, dan bukan melalui kemauan manusia sendiri.

Kekasih, kuharap aku dapat mengatakan padamu apa arti kehadiranmu untukku. Semua itu ciptaan jiwa dalam jiwaku. Engkau selalu datang di saat aku memerlukan, dan semua itu selalu membuat kita sangat mengharapkan lebih banyak hari, lebih banyak malam, dan lebih banyak kehidupan. Kapan saja hatiku hampa dan gemetar, aku merasa sangat membutuhkan seseorang untuk mengatakan bahwa masih ada hari esok untuk semua hati yang hampa dan gemetar, dan engkau selalu melakukannya, untukku.

Kekasihku, aku ingin kau mencintaiku sebagai penyair yang mencintai pikiran-pikiran sedih. Aku ingin kau mengingatku seperti musafir yang mengingat sebuah danau tenang di mana ia melihat bayang-bayang wajahnya terpantul, sebelum meneguk air. Aku ingin engkau mengingatku seolah-olah engkau seorang ibu yang tidak bisa melupakan putrinya yang mati saat ia masih kecil, sebelum ia mampu melihat cahaya.

Jika pandangan pertama dari mata sang kekasih bagaikan sebuah benih yang ditaburkan dalam hati manusia, dan ciuman pertama dari bibirnya bagaikan sekuntum bunga di atas Kehidupan, maka penyatuan dua kekasih dalam perkawinan adalah bagaikan buah pertama dalam bunga pertama benih itu.

Aku telah mencintai semua orang. Dalam pandanganku, ada tiga jenis manusia yang aku cintai: Pertama, karena keputusasaan; Kedua, karena kedermawanan; Ketiga, karena pengertian.

Kegelapan bisa menyembunyikan pepohonan dan bunga-bunga dari pandangan mata. Tetapi kegelapan tidak dapat menyembunyikan cinta dari jiwa.

Cinta berbicara ketika lidah kehidupan terdiam kaku. Cinta tampak sebagai pilar-pilar menara cahaya ketika kegelapan melingkupi segala sesuatu.

Cinta yang terhina dalam ketelanjangannya lebih bermakna daripada cinta yang mencari kemenangan dalam penyamaran.

Cintaku padamu, wahai kekasih, akan tetap ada hingga akhir hidupku, dan setelah mati Tangan Tuhan akan mempersatuan kita kembali.

Seorang gadis berpipi kemerahan berkata sambil tersenyum, ”Cinta itu seperti air mancur yang airnya digunakan pengantin roh untuk dicurahkan ke dalam roh-roh mereka yang kuat, yang membuat mereka bangkit dalam doa di antara bintang-bintang malam hari dan menyenandungkan nyanyian-nyanyian pujian di hadapan matahari siang hari.”

Tidak ada komentar: