Rabu, 10 April 2013

Cara Menerjemah Yang Komunikatif


BAB I
PENDAHULUAN

A.       Latar Belakang
Sebagaimana yang kita lihat di sekitar kita tentang ilmu menerjemah, banyak di antara yang berkecimpung dengan kegiatan menerjemah, karena dari sinilah kita bisa memahami pemikiran-pemikiran baru, misalnya dari luar negara yang otomatis bahasanya berbeda dengan kebudayaan kita, dan kita sebagai orang umum, tanpa kita mempelajari ilmu terjemah, kita tidak akan mampu memberi arti dari karya-karya mereka, karena dari situlah akan muncul pendapat-pendapat baru. Begitu besar sekali peluang menjadi seorang penerjemah. Namun tidak semudah itu menerjemahkan bahasa asing kedalam bahasa kita, ada beberapa hal yang harus kita ketahui, yang itu digunakan sebagai dasar kita untuk menerjemah bahasa tersenut sehingga menjedi penerjemahan yang komunikatif dan bisa lebih mudah di fahami.
Makalah ini kami susun sesederhana mungkin untuk sedikit membantu pemahaman para pembaca untuk memahami tentang menjadi penerjemah yang komunikatif serta langkah-langkah yang bisa menuntun anda menuju cahaya terjemah.
Semoga makalah yang masih jauh dari kesempurnaan ini dapat memberi sedikit pengarahan/pencerahan serta manfaat kepada para pembacanya dan kepada para masyarakat pada umumnya, dan kepada para mahasiswa khususnya, serta menambah pengetahuan kita dalam memberikan arti serta tafsiran bahasa asing. Aamiin.


B.       Rumusan Masalah
1.      Apa definisi menerjemah?
2.      Bagaimana metode menerjemah?
3.      Bagaimana cara menerjemah yang komunikatif?
C.        Tujuan
1.      Agar memahami tentang teori-teori menerjemah
2.      Sebagai pengetahuan bahkan wawasan mengenai menerjemah
3.      Agar pembaca bisa mengimplementasikan kedalam realita
4.      Mengetahui langkah-langkah menjadi penerjemah





















BAB II
PEMBAHASAN

A.      Definisi Menerjemah

Menerjemah adalah ketrampilan yang melibatkan lebih banyak seni atau bakat daripada upaya dan teori. Menurut paulinus soge yang mengutip David P Harris penerjemahan sangat bergantung pada rasa kebahasaan seseorang. Doster mendefinisikan juga bahwa terjemah sebagai ‘memindahkan arti suatu teks ke dalam dalam suatu bahasa ke dalam bahasa yang lain’. Lebih jauh doster mengatakan bahwa terjemah adalah cabang linguistik terapan yang secara khusus berurusan dengan masalah pemindahan makna dari suatu simbol bahasa ke dalam simbol bahasa yang lain.
Menerjemah menurut bahasa adalah tafsir, sedangkan secara istilah adalah memindahkan atau menyalin gagasan, ide pikiran, pesan atau informasi lainnya,dari satu bahasa (bahasa sumber) ke dalam bahasa lain (bahasa sasaran).
Terjemahan komunikatif (communicative translation). Terjermahan ini berusaha menyampaikan makna kontekstual dari bahasa sumber sedemikian rupa, sehingga isi dan bahasanya diterima dan dapat dipahami oleh dunia pembaca bahasa sasaran[1].

B.       Metode Menerjemah

Istilah metode berasal dari kata method dalam bahaa Inggris[2]. Sedangkan  menurut istilah metode adalah cara melakukan sesuatu, seperti cara melakukan penerjemahan selain itu pengertian lain menyebutkan metode berkenaan dengan rencana tertentu seperti rencana dalam pelaksanaan penerjemahan.
Newmark (1988) mengajukan dua kelompok metode penerjemahan[3], yaitu :
1.      Metode yang memberikan penekanan terhadap bahasa sumber
2.      Metode yang memberikan penekanan terhadap bahasa sasaran

Dalam penerjemahan jenis yang pertama, penerjemah berupaya mewujudkan kembali dengan setepat-tepatnya makna kontekstual teks sumber, meskipun di jumpai hambatan sintakstis dan semantis pada teks sasaran. Dalam metode yang kedua, penerjemah berupaya menghasilkan dampak yang relatif sama dengan yang diharapkan penulis asli terhadap pembaca versi bahasa sumber. Perbedaan dasar pada kedua metode dia atas terletak pada penekanannya saja, dan di luar perbedaan ini keduanya saling berbagi permasalahan . Keberbagian ini menyangkut (1) maksud atau tujuan dalam sebuah teks bahasa sumber sebagaimana tercermin pada fungsi teks, yakni apakah fungsi itu untuk memaparkan, menceritakan, menghimbau, atau mengajukan argumentasi. (2) tujuan penerjemahan, misalnya apakah ia ingin memproduksi beban emosional dan persuasif dari teks aslinya ataukah ingin memproduksi beban emosional dan persuasif dari teks aslinya. (3) pembaca dan latar atau setting teks, yakni misalnya yang menyangkut tentang siapa pembacanya jenis kelamin, umur, tingkat pendidikan, serta apakah pembaca tersebut khalayak umum ataukah para ahli.
Sedangkan dalam buku Seni Menerjemah karangan M. Faisal Fatawi, mengatakan terdapat beberapa metode yang biasa dipakai oleh para penerjemah[4]. Pertama, penerjemahan secara Harfiyah atau Literal. Metode ini merupakan cara menerjemahkan teks dengan memperhatikan peniruan terhadap susunan dan urutan teks sumber. Yang menjadi sasaran metode penerjemahan ini adalah kata. Biasanya langkah yang ditempuh oleh seorang penerjemah memahami teks sumber, kemudian menggatinya dengan bahasa lain sesuai dengan posisi dan tempat kata dalam bahasa sumber atau melakukan transliterasi. Metode ini kadang dikenal dengan nama metode lafdziah. Coba perhatikan contoh :
Bahasa Sumber :
فكل الناس في الإسلام ينادون بأن دورة النبوة قد ختمت مع خاتم النبين, أما في التشيع فإن ثمة دورة ثانية هي دورة الولاية.
Bahasa Sasaran :
Maka setiap orang islam menyatakan bahwa peran kenabian telah berakhir seiring dengan akhir kenabian Muhammad SAW. Adapun dalam kalangan syi’ah, maka disana ada peran kedua, yaitu peran kewalian (wilayah).

Kalau kita memperhatikan teks dan terjemahannya sebagaimana tersebut di atas, maka tampak bahwa penerjemahan dilakukan secara literal. Kata perkata dialihkan ke dalam bahasa Indonesia. Demilkian pula susunan kalimatnya hampir tidak mengalami perubahan yang cukup signifikan. Meskipun demikian, hasil terjemahan tidak keluar dari arti yang dikandung oleh teks asli. Tetapi hal ini belum tentu dapat diaplikasikan pada teks yang lain.
Karkteristik bahasa Arab dan Indonesia tidak selamamnya sama. Memang dalam struktur tertentu terdapat kesamaan. Tetapi, banyak stuktur lain yang dimiliki oleh kedua bahasa itu menunjukkan perbedaan yang cukup mencolok, sehingga tidak mungkin akan mengambil jalan lain untuk menerjemah, yaitu penerjemahan secara Tafsiriyah.
Penerjemahan secara Tafsiriyah dapat didefinisikan sebagai suatu cara penerjmahan yang tidak memperhatikan peniruan susunan dan urutan teks sumber. Yang terpenting dalam metode ini adalah penggambaran makna dan gagasan bahasa sumber dengan baik dan utuh. Makna yang ditujukan oleh struktur bahasa sumber menjadi sasaran utama. Praktiknya, pertama-tama yang harus dilakukan adalah makna bahasa sumber dipahami, kemudian makna itu dituangkan ke dalam struktur bahasa bahasa lain sesuai dengan tujuan penulis teks sumber. Dalam mengikuti metode ini, seorang penerjemah tidak usah bersusah-susah memaksakan diri untuk memahami setiap kata. Sekarang, perhatika contoh :
Bahasa Sumber :
إن التعددية تعنى تسليما بمبدأ الختلاف وإقرارا بالتباين و اعترفا بالتنوع وتعاملا مع الآخر في إطار التعايش و التواصل و التحاور و المجادلة بالحسنى من غير إقصاء له أو فرض خيارات عليه أو معاملته كقاصر يحتاج إلي وصي يحدد له وجهته و خياره, و الإيمان بأن إختلاف الألسن و الألوان من آيات الله الباهرة يستلزم الاعتراف بالتعددية في كل أمر اختياري كالمذهب و الدين و النظام السياسي و الإقتصادي.
Bahasa Sasaran :
Pluralisme berarti menerima dan mengakui prinsip perbedaan, serta menjalin hubungan dengan yang lain dalam kerangka saling berinteraksi dan berdialog yang baik, dengan tanpa mengucilakan, memaksakan pilihan dan atau membatasinya. Keyakinan bahwa perbedaan bahasa dan ras merupakan tanda kebesaran Tuhan, meniscayakan pengakuan terhadap pluralitas segala sesuatu seperti aliran, agama, sistem politik dan ekonomi.
Mencermati terjemahan tersebut, kita mendapatkan ketidakpatuhan untuk mengalihkan setiap kata kedalam bahasa Indonesia (bahasa sasaran). Prinsip yang ditempuh adalah perhatian terhadap makna yang dimaksud. Pengalihan tidak dilakukan berdasarkan per kata. Tetapi, dititik beratkan pada makna. Meskipun demikian, terjemahan tersebut tidak melenceng dari ide atau gagasan yang dimaksud.
Masing-masing dari kedua cara penerjemahan sebagaimana yang diuraikan di atas, memiliki kelemahan dan kelebihan. Kelemahan cara penerjemahan pertama (literal atau harfiyah) terletak pada kesetiaannya pada bahasa sumber, karena pengalihannya didasarkan pada per kata, padahal tidak selamanya bahasa sumber memiliki kesamaa-minimal-secara struktural gramatikal, sehingga jika tetap dipaksakan maka ketaksaan kata dan ketidak jelasan makna menjadi hal yang tidak dapat dielakkan. Sementara kelebihannya terletak pada kesetiaannya pada bahasa sumber.
Begitu pula cara menerjemahan kedua (tafsiriyah) memiliki kelemahan dan kelebihan juga. Kelemahannya terletak pada campur tangan yang terlalu mendalam dari segi penerjemah. Karena, dalam cara ini sangat mungkin seorang penerjemah melakukan pembuangan atau penambahan, baik berupa makna atau struktur kalimat. Sedangkan kelebihannaya adalah bahwa penerjemahan tafsiriyah lebih mengutamakan penyampaian pesan atau gagasan ke hadapan para pembaca. Model seperti ini biasanya lebih komunikatif ketimbang penerjemahan literal.

C.      Menerjemah yang Komunikatif

Menurut newmark metode menerjemah komunikatif memenuhi dua tujuan menerjemah. Tujuan tersebut adalah keakuratan hasil terjemahan dan kedua adalah faktor ekonomi. Secara umum penerjemahan komunikatif berdasarkan pada pembaca (bahasa sasaran). Penerjemahan komunikatif bersifat sosial, dimana proses penerjemahannya berkonsentrasi pada pesan teks, cenderung under translate agar menjadi sederhana, lebih singkat dan jelas, dan diterjemahkan dengan gaya yang natural[5]. Ciri-ciri terjemahan komunikatif secara rinci dapat dilihat pada tabel dibawah ini[6].
No.
TERJEMAHAN KOMUNIKATIF
1.
Berpihak pada pembaca Bsa
2.
Mengutamakan maksud penulis Bsu
3.
Mementingkan pembaca Bsa agar bisa memahami pikiran, kandungan budaya Bsu
4.
Berorientasi pada pengaruh teks terhadap pembaca BS. Ciri-ciri formal Bsu bisa dengan mudah dikorbankan
5.
Setia pada pembaca Bsa, lebih luwes.
6.
Efektif (mengutamakan penciptaan efek pada pembaca)
7.
Lebih mudah dibaca, lebih luwes, mulus, sederhana, jelas, lebih panjang dari Bsu.
8.
Bersifat umum
9.
Terikat pada Bsa.
10.
Menggunakan kata-kata yang lebih umum daripada kata-kata teks asli
11.
Mungkin lebih bagus dari teks asli karena adanya penekanan bagian teks tertentu atau usaha memperjelas bagian teks tertentu.








Diantara terjemahan setia dan idiomatis ini ada terjemahan semantis dan komunikatif. Keduanya bersinggungan, keduanya mungkin saja tidak dibedakan untuk beberapa kasus, namun untuk kasus yang lain mereka memang berbeda. Seperti contoh berikut[7] :
Bsu                 : The young man is wearing a heavy blue jacket
Sem/kom : Pemuda itu memakai jaket tebal berwarna biru muda
Harfiah    : Lelaki muda itu memakai jaket berat biru muda
Bila struktur gaya bahasa di teks Bsu bersifat unik, artinya Bsa tidak mempunyai struktur itu, maka kedua terjemahan ini berbeda. Terjemahan semantis harus mempertahankan gaya bahasa itu sedapat mungkin, sementara terjemahan komunikatif harus mengubahnya menjadi struktur yang tidak hanya diterima di Bsa tetapi juga harus luwes dan cantik. Seperti contoh berikut :
Bsu : it is wrong to assume that our people do not understand what a real democracy is
Sem : adalah untuk keliru menganggap bahwa rakyat kita tidak memahami apa    demokrasi yang sesungguhnya.
Kom : kelirulah kalau kita menganggap bahwa rakyat kita tidak memahami makna demokrasi yang sebenarnya.
Contoh lain :
Bsu : keep off the grass
Sem : jauhi rumput ini.
Kom : dilarang berjalan diatas rumput.




















BAB III
PENUTUPAN

A.    KESIMPULAN

Menerjemah adalah menyalin (memindahkan) suatu bahasa ke bahasa lain, dan Komunikatif adalah mudah dipahami (dimengerti), bahasanya sangat  sederhana sehingga pesan yg disampaikannya dapat diterima dng baik. Maka Terjemahan komunikatif (communicative translation) adalah terjermahan yang berusaha menyampaikan makna kontekstual dari bahasa sumber, sehingga isi dan bahasanya diterima dan dapat dipahami oleh dunia pembaca bahasa sasaran.
Metode menerjemah yang baik terdiri dari 2 cara, seperti terjemahan yang berorientasi pada bahasa sumber dan terjemahan yang berorientasi pada bahasa sasaran.
Penerjemahan komunikatif bersifat sosial, dimana proses penerjemahannya berkonsentrasi pada pesan teks, cenderung under translate agar menjadi sederhana, lebih singkat dan jelas, dan diterjemahkan dengan gaya yang natural. Penerjemahan komunikatif sangat setia dengan bahasa sasaran, sehingga lebih menuju kepada penikmat terjemahan.











DAFTAR PUSTAKA

Suryanto, Zuhridin dan Sugeng Hariyanto. 2003. Bahasa Teori dan Penuntun Praktis Menerjemah. Yogyakarta. KANSIUS.
Fatawi, Faisol. 2009. Seni Menerjemah. Malang. UIN-Malang Press.
Hartono. 2005. Belajar Menerjemahkan: Teori dan Praktek. Malang: UMM Press.
Fauzi, 2011, http://ozzi99oke.blogspot.com/2011/05/terjemahan-harfiah.html. Diakses pada tanggal 15 maret 2013.
Mukti, Abdul Rohim, 2010, http://senimenerjemah.blogspot.com/. Diakses pada tanggal 15 maret 2013.
Anne ahira, 2010, http://www.anneahira.com/translate-bahasa-inggris.htm. Diakses pada tanggal 16 maret 2013.



[1] Mukti, Abdul Rohim, 2010, http://senimenerjemah.blogspot.com/.
[3] Hartono. 2005. Belajar Menerjemahkan: Teori dan Praktek. Malang: UMM Press.
[4] Fatawi, Faisol. 2009. Seni Menerjemah. Malang. UIN-Malang Press.
[6] Suryanto, Zuhridin dan Sugeng Hariyanto. 2003. Bahasa Teori dan Penuntun Praktis Menerjemah. Yogyakarta. KANSIUS, Hal.53
[7] Ibid., hal : 56

Tidak ada komentar: