BAB
I
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Sebagaimana yang kita lihat di
sekitar kita tentang ilmu menerjemah, banyak di antara yang berkecimpung dengan
kegiatan menerjemah, karena dari sinilah kita bisa memahami pemikiran-pemikiran
baru, misalnya dari luar negara yang otomatis bahasanya berbeda dengan
kebudayaan kita, dan kita sebagai orang umum, tanpa kita mempelajari ilmu
terjemah, kita tidak akan mampu memberi arti dari karya-karya mereka, karena
dari situlah akan muncul pendapat-pendapat baru. Begitu besar sekali peluang
menjadi seorang penerjemah. Namun tidak semudah itu menerjemahkan bahasa asing
kedalam bahasa kita, ada beberapa hal yang harus kita ketahui, yang itu
digunakan sebagai dasar kita untuk menerjemah bahasa tersenut sehingga menjedi
penerjemahan yang komunikatif dan bisa lebih mudah di fahami.
Makalah ini kami susun
sesederhana mungkin untuk sedikit membantu pemahaman para pembaca untuk
memahami tentang menjadi penerjemah yang komunikatif serta langkah-langkah yang
bisa menuntun anda menuju cahaya terjemah.
Semoga makalah yang masih jauh dari kesempurnaan ini
dapat memberi sedikit pengarahan/pencerahan serta manfaat kepada para
pembacanya dan kepada para masyarakat pada umumnya, dan kepada para mahasiswa
khususnya, serta menambah pengetahuan kita dalam memberikan arti serta tafsiran
bahasa asing. Aamiin.
B.
Rumusan Masalah
1.
Apa definisi menerjemah?
2.
Bagaimana metode menerjemah?
3.
Bagaimana cara menerjemah yang
komunikatif?
C.
Tujuan
1.
Agar memahami tentang
teori-teori menerjemah
2.
Sebagai pengetahuan bahkan
wawasan mengenai menerjemah
3.
Agar pembaca bisa
mengimplementasikan kedalam realita
4.
Mengetahui langkah-langkah
menjadi penerjemah
BAB
II
PEMBAHASAN
PEMBAHASAN
A.
Definisi Menerjemah
Menerjemah
adalah ketrampilan yang melibatkan lebih banyak seni atau bakat daripada upaya
dan teori. Menurut paulinus
soge yang mengutip David P Harris penerjemahan sangat bergantung pada rasa
kebahasaan seseorang. Doster
mendefinisikan juga bahwa terjemah
sebagai ‘memindahkan arti suatu teks ke dalam dalam suatu bahasa ke dalam
bahasa yang lain’. Lebih jauh doster mengatakan bahwa
terjemah adalah cabang linguistik terapan yang secara khusus berurusan dengan
masalah pemindahan makna dari suatu simbol bahasa ke dalam simbol bahasa yang
lain.
Menerjemah menurut bahasa adalah tafsir, sedangkan secara
istilah adalah memindahkan atau menyalin gagasan, ide pikiran, pesan atau
informasi lainnya,dari satu bahasa (bahasa sumber) ke dalam bahasa lain (bahasa
sasaran).
Terjemahan komunikatif (communicative
translation). Terjermahan ini berusaha menyampaikan makna kontekstual dari
bahasa sumber sedemikian rupa, sehingga isi dan bahasanya diterima dan dapat
dipahami oleh dunia pembaca bahasa sasaran[1].
B.
Metode Menerjemah
Istilah metode
berasal dari kata method dalam bahaa Inggris[2]. Sedangkan menurut istilah metode adalah cara melakukan
sesuatu, seperti cara melakukan penerjemahan selain itu pengertian lain
menyebutkan metode berkenaan dengan rencana tertentu seperti rencana dalam
pelaksanaan penerjemahan.
Newmark (1988)
mengajukan dua kelompok metode penerjemahan[3],
yaitu :
1.
Metode yang memberikan penekanan terhadap bahasa sumber
2.
Metode yang memberikan penekanan terhadap bahasa sasaran
Dalam penerjemahan jenis yang pertama, penerjemah
berupaya mewujudkan kembali dengan setepat-tepatnya makna kontekstual teks
sumber, meskipun di jumpai hambatan sintakstis dan semantis pada teks sasaran.
Dalam metode yang kedua, penerjemah berupaya menghasilkan dampak yang relatif
sama dengan yang diharapkan penulis asli terhadap pembaca versi bahasa sumber.
Perbedaan dasar pada kedua metode dia atas terletak pada penekanannya saja, dan
di luar perbedaan ini keduanya saling berbagi permasalahan . Keberbagian ini
menyangkut (1) maksud atau tujuan dalam sebuah teks bahasa sumber sebagaimana
tercermin pada fungsi teks, yakni apakah fungsi itu untuk memaparkan,
menceritakan, menghimbau, atau mengajukan argumentasi. (2) tujuan penerjemahan,
misalnya apakah ia ingin memproduksi beban emosional dan persuasif dari teks
aslinya ataukah ingin memproduksi beban emosional dan persuasif dari teks
aslinya. (3) pembaca dan latar atau setting teks, yakni misalnya yang
menyangkut tentang siapa pembacanya jenis kelamin, umur, tingkat pendidikan,
serta apakah pembaca tersebut khalayak umum ataukah para ahli.
Sedangkan dalam buku Seni Menerjemah karangan M. Faisal
Fatawi, mengatakan terdapat beberapa metode yang biasa dipakai oleh para
penerjemah[4].
Pertama, penerjemahan secara Harfiyah atau Literal. Metode ini merupakan cara
menerjemahkan teks dengan memperhatikan peniruan terhadap susunan dan urutan
teks sumber. Yang menjadi sasaran metode penerjemahan ini adalah kata. Biasanya
langkah yang ditempuh oleh seorang penerjemah memahami teks sumber, kemudian
menggatinya dengan bahasa lain sesuai dengan posisi dan tempat kata dalam bahasa
sumber atau melakukan transliterasi. Metode ini kadang dikenal dengan nama
metode lafdziah. Coba perhatikan contoh :
Bahasa
Sumber :
فكل
الناس في الإسلام ينادون بأن دورة النبوة قد ختمت مع خاتم النبين, أما في التشيع
فإن ثمة دورة ثانية هي دورة الولاية.
Bahasa
Sasaran :
Maka
setiap orang islam menyatakan bahwa peran kenabian telah berakhir seiring
dengan akhir kenabian Muhammad SAW. Adapun dalam kalangan syi’ah, maka disana
ada peran kedua, yaitu peran kewalian (wilayah).
Kalau kita memperhatikan teks dan terjemahannya
sebagaimana tersebut di atas, maka tampak bahwa penerjemahan dilakukan secara
literal. Kata perkata dialihkan ke dalam bahasa Indonesia. Demilkian pula
susunan kalimatnya hampir tidak mengalami perubahan yang cukup signifikan.
Meskipun demikian, hasil terjemahan tidak keluar dari arti yang dikandung oleh
teks asli. Tetapi hal ini belum tentu dapat diaplikasikan pada teks yang lain.
Karkteristik bahasa Arab dan Indonesia tidak selamamnya
sama. Memang dalam struktur tertentu terdapat kesamaan. Tetapi, banyak stuktur
lain yang dimiliki oleh kedua bahasa itu menunjukkan perbedaan yang cukup
mencolok, sehingga tidak mungkin akan mengambil jalan lain untuk menerjemah,
yaitu penerjemahan secara Tafsiriyah.
Penerjemahan secara Tafsiriyah dapat didefinisikan
sebagai suatu cara penerjmahan yang tidak memperhatikan peniruan susunan dan
urutan teks sumber. Yang terpenting dalam metode ini adalah penggambaran makna
dan gagasan bahasa sumber dengan baik dan utuh. Makna yang ditujukan oleh
struktur bahasa sumber menjadi sasaran utama. Praktiknya, pertama-tama yang
harus dilakukan adalah makna bahasa sumber dipahami, kemudian makna itu
dituangkan ke dalam struktur bahasa bahasa lain sesuai dengan tujuan penulis
teks sumber. Dalam mengikuti metode ini, seorang penerjemah tidak usah
bersusah-susah memaksakan diri untuk memahami setiap kata. Sekarang, perhatika
contoh :
Bahasa
Sumber :
إن التعددية تعنى تسليما بمبدأ الختلاف وإقرارا بالتباين و
اعترفا بالتنوع وتعاملا مع الآخر في إطار التعايش و التواصل و التحاور و المجادلة
بالحسنى من غير إقصاء له أو فرض خيارات عليه أو معاملته كقاصر يحتاج إلي وصي يحدد
له وجهته و خياره, و الإيمان بأن إختلاف الألسن و الألوان من آيات الله الباهرة
يستلزم الاعتراف بالتعددية في كل أمر اختياري كالمذهب و الدين و النظام السياسي و
الإقتصادي.
Bahasa Sasaran :
Pluralisme berarti menerima dan mengakui prinsip
perbedaan, serta menjalin hubungan dengan yang lain dalam kerangka saling
berinteraksi dan berdialog yang baik, dengan tanpa mengucilakan, memaksakan
pilihan dan atau membatasinya. Keyakinan bahwa perbedaan bahasa dan ras
merupakan tanda kebesaran Tuhan, meniscayakan pengakuan terhadap pluralitas
segala sesuatu seperti aliran, agama, sistem politik dan ekonomi.
Mencermati
terjemahan tersebut, kita mendapatkan ketidakpatuhan untuk mengalihkan setiap
kata kedalam bahasa Indonesia (bahasa sasaran). Prinsip yang ditempuh adalah
perhatian terhadap makna yang dimaksud. Pengalihan tidak dilakukan berdasarkan
per kata. Tetapi, dititik beratkan pada makna. Meskipun demikian, terjemahan
tersebut tidak melenceng dari ide atau gagasan yang dimaksud.
Masing-masing
dari kedua cara penerjemahan sebagaimana yang diuraikan di atas, memiliki
kelemahan dan kelebihan. Kelemahan cara penerjemahan pertama (literal atau
harfiyah) terletak pada kesetiaannya pada bahasa sumber, karena pengalihannya
didasarkan pada per kata, padahal tidak selamanya bahasa sumber memiliki
kesamaa-minimal-secara struktural gramatikal, sehingga jika tetap dipaksakan
maka ketaksaan kata dan ketidak jelasan makna menjadi hal yang tidak dapat
dielakkan. Sementara kelebihannya terletak pada kesetiaannya pada bahasa
sumber.
Begitu pula
cara menerjemahan kedua (tafsiriyah) memiliki kelemahan dan kelebihan juga.
Kelemahannya terletak pada campur tangan yang terlalu mendalam dari segi
penerjemah. Karena, dalam cara ini sangat mungkin seorang penerjemah melakukan
pembuangan atau penambahan, baik berupa makna atau struktur kalimat. Sedangkan
kelebihannaya adalah bahwa penerjemahan tafsiriyah lebih mengutamakan penyampaian
pesan atau gagasan ke hadapan para pembaca. Model seperti ini biasanya lebih
komunikatif ketimbang penerjemahan literal.
C.
Menerjemah yang Komunikatif
Menurut newmark
metode menerjemah komunikatif memenuhi dua tujuan menerjemah. Tujuan tersebut
adalah keakuratan hasil terjemahan dan kedua adalah faktor ekonomi. Secara umum
penerjemahan komunikatif berdasarkan pada pembaca (bahasa sasaran). Penerjemahan
komunikatif bersifat sosial, dimana proses penerjemahannya berkonsentrasi pada
pesan teks, cenderung under translate agar menjadi sederhana, lebih
singkat dan jelas, dan diterjemahkan dengan gaya yang natural[5].
Ciri-ciri terjemahan komunikatif secara rinci dapat dilihat pada tabel dibawah ini[6].
No.
|
TERJEMAHAN KOMUNIKATIF
|
1.
|
Berpihak pada pembaca Bsa
|
2.
|
Mengutamakan maksud penulis Bsu
|
3.
|
Mementingkan pembaca Bsa agar bisa memahami pikiran,
kandungan budaya Bsu
|
4.
|
Berorientasi pada pengaruh teks terhadap pembaca BS.
Ciri-ciri formal Bsu bisa dengan mudah dikorbankan
|
5.
|
Setia pada pembaca Bsa, lebih luwes.
|
6.
|
Efektif (mengutamakan penciptaan efek pada pembaca)
|
7.
|
Lebih mudah dibaca, lebih luwes, mulus, sederhana, jelas,
lebih panjang dari Bsu.
|
8.
|
Bersifat umum
|
9.
|
Terikat pada Bsa.
|
10.
|
Menggunakan kata-kata yang lebih umum daripada
kata-kata teks asli
|
11.
|
Mungkin lebih bagus dari teks asli karena adanya
penekanan bagian teks tertentu atau usaha memperjelas bagian teks tertentu.
|
Diantara terjemahan
setia dan idiomatis ini ada terjemahan semantis dan komunikatif. Keduanya
bersinggungan, keduanya mungkin saja tidak dibedakan untuk beberapa kasus,
namun untuk kasus yang lain mereka memang berbeda. Seperti contoh berikut[7] :
Bsu : The young man is wearing a heavy blue
jacket
Sem/kom : Pemuda itu memakai jaket tebal berwarna biru
muda
Harfiah : Lelaki
muda itu memakai jaket berat biru muda
Bila struktur gaya
bahasa di teks Bsu bersifat unik, artinya Bsa tidak mempunyai struktur itu,
maka kedua terjemahan ini berbeda. Terjemahan semantis harus mempertahankan
gaya bahasa itu sedapat mungkin, sementara terjemahan komunikatif harus
mengubahnya menjadi struktur yang tidak hanya diterima di Bsa tetapi juga harus
luwes dan cantik. Seperti contoh berikut :
Bsu : it is wrong to
assume that our people do not understand what a real democracy is
Sem : adalah untuk
keliru menganggap bahwa rakyat kita tidak memahami apa demokrasi yang sesungguhnya.
Kom : kelirulah kalau kita menganggap bahwa rakyat kita
tidak memahami makna demokrasi yang sebenarnya.
Contoh lain :
Bsu : keep off the
grass
Sem : jauhi rumput
ini.
Kom : dilarang berjalan diatas rumput.
BAB III
PENUTUPAN
A.
KESIMPULAN
Menerjemah adalah menyalin (memindahkan) suatu bahasa ke bahasa lain, dan Komunikatif
adalah mudah dipahami (dimengerti), bahasanya sangat sederhana sehingga pesan yg disampaikannya
dapat diterima dng baik. Maka Terjemahan komunikatif (communicative translation)
adalah terjermahan yang berusaha menyampaikan makna kontekstual dari bahasa
sumber, sehingga isi dan bahasanya diterima dan dapat dipahami oleh dunia
pembaca bahasa sasaran.
Metode menerjemah yang baik terdiri dari 2 cara, seperti terjemahan yang
berorientasi pada bahasa sumber dan terjemahan yang berorientasi pada bahasa
sasaran.
Penerjemahan komunikatif bersifat sosial, dimana proses
penerjemahannya berkonsentrasi pada pesan teks, cenderung under translate agar
menjadi sederhana, lebih singkat dan jelas, dan diterjemahkan dengan gaya yang
natural. Penerjemahan komunikatif sangat setia dengan bahasa sasaran, sehingga
lebih menuju kepada penikmat terjemahan.
DAFTAR
PUSTAKA
Suryanto,
Zuhridin dan Sugeng Hariyanto. 2003. Bahasa Teori dan Penuntun Praktis
Menerjemah. Yogyakarta. KANSIUS.
Fatawi,
Faisol. 2009. Seni Menerjemah. Malang. UIN-Malang Press.
Hartono. 2005. Belajar Menerjemahkan: Teori dan
Praktek. Malang: UMM Press.
Fauzi,
2011, http://ozzi99oke.blogspot.com/2011/05/terjemahan-harfiah.html. Diakses pada tanggal 15 maret 2013.
Anne
ahira, 2010, http://www.anneahira.com/translate-bahasa-inggris.htm. Diakses pada tanggal 16 maret 2013.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar