Film
yang diangkat dari novel karya Asma Nadia dan pastinya nama yang tak asing lagi
ditelinga para pembaca fiksi islami maupun penikmat film yang berbau religi.
Karena telah banyak judul novelnya diangkat dalam sebuah drama, seperti Catatan
Hati Seorang Istri yang di jadikan drama di salah satu stasiun televise hingga
menjadi ratusan episode yang tanpa ujung, padahal jika kita tahu novelnya gak
setebal filmnya. Ada lagi, Assalamu’alaikum Beijing, Emak Ingin Naik Haji,
Jendela Rara, Aisya Putri, dan yang terakhir adaptasi dari Novel bunda Asma
Nadia menjadi sebuah film Surga Yang Tak Dirindukan. Sangat banyak bukan,
mustahil jika Asma Nadia tak menjadi tranding topic. Tapi jika boleh jujur, aku
baru kali pertama membaca novelnya Asma Nadia dan itu adalah Surga Yang Tak
Dirindukan, dan baru kenal sama Asma Nadia juga baru-baru ini. Kenapa aku
membacanya, karena penasaran dengan film itu sebelum film itu ditayangkan.
Alhasil, setelah aku membaca tuntas tak ada rasa kagum pada sosok Meirose. Dan
itu sangat berbeda jauh dengan setelah aku menonton film Surga Yang Tak
Dirindukan.
Alur
dalam novel Surga Yang Tak Dirindukan berganti-ganti. Diawal menceritakan
kehidupan Arini yang digambarkan sebagai gadis yang sholihah diperankan oleh Laudya
Cintya Bella okeylah, tapi ada sedikit perbedaan dalam novel, karena dalam
novel diceritakan jika Arini berbadan sedikit gemuk dan mempunyai tiga anak
sedangkan di film hanya Nadia *kasihan mbak Bella kali ya klo harus ngurus tiga
anak*. Kemudian bagian kedua sosok Meirose, seorang keturunan China tinggal di
Indonesia dan hidup dengan bibinya yang memperlakukan dia layaknya babunya.
Tapi tidak saat ditayangkan dalam sebuah film. Meirose diperankan oleh Raline
Shah yang berangkat dari keluarga broken home dan tinggal bersama
seorang pembantu. Untuk Prasetya, diperankan oleh Fedi Nurul, emmm bagiku
cocoklah dengan wajah manisnya Fedi. Itu dari penokohannya.
Lanjut
bahas filmnya, dalam film Surga Yang Tak Dirindukan memang lebih bagus dan
lebih pasti, karena tak berakhir dengan sebuah ketidakpastian. Diawal film
diceritakan Arini sebagai guru dari sebuah tempat belajar anak-anak kecil, dia
sebagai guru yang pandai mendongeng dan tanpa sengaja bertemu dengan Prasetya
yang mengantarkan Hizbi salah seorang murid Arina yang tidak sengaja terjatuh
dijalan. Awal pertemuan Arini dengan Pras, dan ini jugasedikit berbeda seperti
dalam novel yang diceritakan saat itu Arini sedang mencari sendalnya setelah
mengikuti acara di masjid Kampus. Kemudian setelah berkenalan Pras adalah teman
kakak Arini.
Setelah
pernikahan Pras dengan Arini, mereka menjadi keluarga yang nyaris sempurna,
dengan putri Nadia yang cantik, ayah yang tampan dan sholeh, bunda yang cantik dan
sholihah, hidup berkecukupan, Hingga membuat iri Sita teman Arini, yang hampir
menggugat cerai suaminya tapi akhirnya tidak terjadi. Semua dongeng Arini
sempurna dengan akhir yang bahagia, sebelum kedatangan Meirose dikehidupan
mereka. Namun tanpa dikehendaki Pras ataupun Arini, Mei datang dengan tanpa
diduga Pras harus menolong Mei dengan menikahinya karena jika tidak ia akan
bunuh diri. Tanpa sepengetahuan Arini Pras dengan Mei menikah di rumah sakit
tempat Mei dan bayinya dirawat. Beberapa hari setelah Mei pulang dari rumah
sakit, Pras masih menyembunyikan semua dari Arini, hingga suatu hari saat Arini
menemukan resep dari apotek untuk Akbar Muhammad anak Mei. Hingga Arini mulai
tak tenang dan berujung pertengkaran bahkan nyaris Arini meminta untuk
berpisah. Ya, karena Mei telah menghancurkan dongeng yang dibuat Arini, hanya
untuk menghidupkan dongen Mei.
Lama
berfikir Arini akhirnya memutuskan dengan berat hati, bukan dengan keegoisannya
dan dengan keterpaksaan karena nasi telah menjadi bubur. Arini mengikhlaskan
yang terjadi dengan kehidupannya. Berawal dari saat Nadia akan tampil dalam
acara pentas yang diadakan sekolah Nadia, saat itu Arini menelpon Pras meminta
untuk segera hadir, karena ia telah berjanji pada Nadia jika ia akan hadir.
Tapi saat itu juga Pras sedang dirumah Meirose karena Akbar sedang sakit
muntah-muntah dan demam, lalu tiba-tiba Arini tanpa sadar menyarankan untuk
memberi minyak angin karena itu hanya masuk angin biasa. Lalu hari berganti
hari, Arini mulai bisa mengikhlaskan semuanya, karena bagi Arini sekuat apapun
rencana manusia, ada takdir tuhan yang paling berkehendak.
Sampai
disuatu malam, saat Pras sedang berhenti disuatu tempat dan tiba-tiba melihat
seorang wanita yang akan dianiaya oleh seorang preman. Tapi ternyata malaikat
penyelamat tak bersama Pras, segerombolan preman datang dan menghajar Pras
hingga sebuah tusukan didapati Pras. Lalu tiba-tiba Pras telah ada di rumah
sakit bersama Meirose, dan Pras memanggil-manggil Arini bukan Mei. Hingga
beberapa menit kemudian Arini datang dan mendampingi Pras. Lalu Mei sadar jika
Pras tak pernah ada cinta untuk Mei, ia menikahi Mei hanya karena menyelamatkan
dari keputusasaan. Lalu Mei keluar dari ruangan Pras dengan perasaan sedih dan
bercucuran air mata dan pulang menemui Akbar karena bagi Mei hanya Akbarlah
permata hatinya. Adegan ini sama sekali tak ada dalam novel, apalagi ada adegan
bantai-bantai. Huhhhh seram. Tapi cukup mengharukan saat Mei harus
mengikhlaskan Pras untuk Arini yang memang dicintai Pras sepenuhnya.
Diesok
hari, saat Pras sadar dan teman-teman Pras, serta ibu Arini dan teman-teman
Arini berkumpul mengunjungi Pras. Arini menjemput Mei, karena ia sadar jika Mei
juga menjadi bagian dari keluarganya. Dengan segera Arini mengajak Mei untuk
bergegas menemui Pras yang ada di rumah sakit. Hingga setelah Pras pulang dari
rumah sakit. Arini mengajak Mei untuk mengunjungi rumah Arini. Tapi tanpa
kehendak tiba-tiba Nadia menyuruh Akbar dan Mei untuk menginap dirumah Arini.
Hingga saat subuh Arini mengetuk pintu kamar Mei hanya Akbar dan video yang
sengaja ditinggalkan Mei sebagai pesan terakhir Mei untuk Arini dan Pras. Yang
berisi jika ia akan pergi, karena tak seharusnya ia berada ditengah-tengah
kebahagian dongeng orang. Karena Mei yang sekarang bukanlah Mei yang dulu, dia
sudah menjadi seorang Mei yang sholihah dan Mei tahu seorang yang baik akan
mendapat yang baik pula, seperti Arini mendapatkan Pras. Tapi Mei bukan untuk
Pras, dia yakin akan mendapatkan yang baik seperti Pras tapi bukan Pras. Kata
terakhir Mei sebelum ia benar-benar pergi dengan keretanya menuju Jakarta untuk
hidup yang baru juga.
Adegan yang tak ditemukan dalam novel, tapi
sangat-sangat membuat penonton tersenyum, menangis, dan mengatakan hebat pada
Meirose yang sebelumnya disandang oleh Arini karena telah ikhlas untuk membagi
kebahagiaan dongengnya. Dan kini dikejutkan oleh Meirose yang begitu hebatnya
dan besar hatinya untuk rela mengembalikan kembali kebahagiaan yang dipinjami
Arini. Satu dari beberapa film religi yang cukup banyak kejutan, banyak air
mata, banyakpelajran, dan lebih bagus dari novelnya dari beberapa film yang
pernah aku tonton. Meski banyak perubahan antara novel dengan film, karena
seperti Ma’mun Affany katakan, jika karya sastra dengan karya drama itu
berbeda, apalagi film yang salah satu tujuannya untuk komersial.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar