Rabu, 19 Maret 2014

Your Response is a Psychologist




Mungkin aku bukan manusia kalangan atas, apalagi darah biru, hijau, putih dan lainnya, tapi aku gadis dengan usia 18 tahun yang berdarah merah. Ingat itu!!! Ay, para temanku biasa memanggilku dan nama lengkapku Ayni Chandrawati. Dengan bergaul dengan banyak teman bagiku memang tak sesusah mencari kuman di obat antiseptic, kurang kerjaan banget ya. Artinya aku selalu punya banyak teman dimanapun aku berada, maklum bisa dikatakan aku layaknya artis papan dada atau tablechest *emang ada ya artis tingkat tablechest??!! $#@@# Oh ya mau tau gak alasan yang aku pakai kenapa aku bisa setenar Taylor Swift, because I’m pretty girl and have gold voice, meski sering ikut audisi dan tak satupun lolos sih. Tapi bisa dikatakan suaraku bagus kok, saat jadi penyanyi kamar mandi, he (dengan senyuman nyengir).

Okey that’s my profile and then ini keseharianku. Aku sekolah di SMA 21 Malang berada di bangku kelas XII IPA 5. Dikota yang letaknya sangat strategis karena keksotisan alam dan tempat-tempat wisata yang begitu banyak. Mulai dari taman kanak-kanak hingga taman bermain. Mulai dari pantai balekambang yang penuh misteri sampai aliran-aliran sungai tepi jalan. Mulai dari Cuban rondo sampai Cuban Pelangi tanpa bidadari. Aku tak punya sahabat dekat yang selalu ada disaat aku ada dan tiada. Karena bagiku semua cewek dan cowok yang mempunyai kartu tanda siswa di sekolah SMA 21 Malang wajib dan harus menjadi sahabatku. Serta wajib dan harus, tidak boleh tidak menolak curahan hatiku saat aku berkeinginan curhat meski itu aku temui saaat ditrotoar jalan. Itu prinsipku karena yang aku tahu dalam sebuah pepatah mempunyai teman seribu jauh lebih mudah dari pada mempunyai musuh satu. Jadi seminimal mungkin aku punya musuh. Coz ngurusnya susah bnget contoh kecil, kita butuh ungkapan-ungkapan terupdate buat bales celotehannya, butuh mata-mata untuk memata-matai apa ja yang dia lakukan, lalu kita bersaing (dalam hal keburukan otomatis), butuh cari pendukung buat ngelawan dia (kayak caleg aja), butuh material berat seperti palu, gergaji, de el el buat jaga-jaga kalo terjadi tindakan anarkis. Duhh, dari pada mikir hal yang gak penting gituan mending kita sodaraan aja deh ribet jadi musuh. Belum lagi kalo nanti ketemu syetan-syetan terkutuk itu, permusuhan kan temannya setan. Masih mau ngejalin musuhan??? Kalo aku ya ogah deh..
****
            “ay, kamu udah ngerjain tugas Fisika pak Sukirman belum?”   
“tugas?!!!! Emang ada ya????” merasa bingung karena merasa tak ada -_-
“wahh parah kau ay, alamat lari lapangan ne”
“$%#@%&^!@#”
Dengan derap langkah keras hentakan sepatu mengkilapnya, pak Sukirman memasuki kelas XII IPA 5. Seketika itu juga kelas layaknya kuburan bahkan tanpa sepoi angina yang menerpa.
“Assalamua’alaikumussalam warokhmatullahi wabarokatuh”
Serempak para siswa siswi menjawabnya “wa’alaikumussalam warokhmatullahi wabarokatuh”
“ayo segera dikumpulkan tugasnya, dan tanpa saya menjemput yang tidak mengerjakan silahkan ke lapangan”
Sepertinya dewi fortuna masih dalam mimpi-mimpi indahnya. Aku dan Zhi segera thowaf di lapangan sebelum hukuman yang lebih berat segera menjemput.
****
            Kriiiiiiiiiiiiiingggggg Kriiiiiiiiingggggg Kriiiiiiiinggggggg
            Suara yang sangat amat membahagiakan hati, serasa menemukan surga kebebasan setelah sekian jam berada di jeruji ilmu sih, tapi nyesek. Then akhirnya pulang, kembali kerumah, maen dengan kawan rumah, nge-mall bareng, nge-bloging, nge-facebook, nge-twitter dan nge- yang lain deh. Tapi yang buat aku males lagi ne harus menempuh jarak sekitar ribuan jengkal kalo di itung pake tangan. Jika dimeterkan akan menemukan angka sekitar satu setengah meter kurang tiga jengkal untuk sampai di depan pintu rumah pas, gak kurang gak lebih.
            “ibu.. bu…. Assalamu’alaikum.. Ay pulang, minta makan, lagi laper pake bingit..”
            “Iya sayang ibu denger, bentar lagi selesai, sabar napa.. Huhh dasar bocah”
            Segera ku ganti baju dan menghampiri ibu kandungku yang sedang menyelasikan masakan di dapur. Bukan alasan untuk mendapat pujian ya tapi karena udah sumpek sama suara bedug di perut yang minta lebaran duluan. Lagian itung-itung bnerbakti p[ada orang tua kan salah satu akhlaqul karimah. Sebagai muslimah yang sejati mulai hal-hal kecil harus kita perbaiki.
            “Sini bu biar ay aja”
            “gitu dong anak ibu, gak Cuma bisa teriak-teriak doang bisanya”
            “hehehe”
            Aku beruntung bisa tumbuh di keluarga yang penuh kasih sayang penuh. Meski terkadang ibu suka bawel harus yang gini gak boleh yang gitu. Harus pake yang ini, gak boleh pake yang itu tapi aku tetap menyayangi ibuku karena emang satu-satunya wanita yang mau melahirkan aku dari Rahim yang sempit itu. Ayah seorang pegawai perhutanan di satu dinas perhutanan Kabupaten Malang.
****
            “assalamu’alaikum..”
            “wa’alaikumussalam…” dengan kompak ibuku dan aku menjawab salam ayahku yang baru saja pulang dari kantornya.
            Ayah selalu pulang saat istirahat siang. Katanya sih alasannya karena tak ingin meninggalkan kebersamaan makan siang bersama dirumah. Lain dari itu kami juga tak pernah meninggalkan shalat berjamaah lima waktu, itu slaah satu kunci keharmonisan keluargaku.
            “makanan siap……”
            “yahhh, segera merapat di depan meja makan” ajak ibuku
            “iya bu” dengan tegap ayah menuruni anak tangga menuju meja makan
            “bismillahirrahmanirrohim, allahumma baariklana fii ma rozatana wa qina adzaba an-naar, amin”
****
            Hari hariku berjalan begitu dengan penuh keindahan dan kedamaian. Mungkin karena orang-orang disekitarku selalu memancarkan aura yang positif atau bisa jadi aku memangdaerah Malang dan sekitarnya terlalu sejuk dan tenang. Entahlah itu, yang aku tahu hanya kita manusia hanya sebentar hidup di dunia bukan selama-lamanya dan bukan tujuan akhir melainkan kita disini mencari bekal untuk hidup akhirat kelak kalimat itu yang selalu kuingat dari seorang ustad di tempatku belajar tentang pengetahuan agama. Di pondok pesantren Darul Hikmah aku belajar tentang apa itu islam dan bagaimana menjadi pribadi muslimah layaknya ummahat wa banat ar-rasul.
            Kedua orang tuaku mengajarkan tentang pengetahuan agama sejak aku kecil, meskipun aku bersekolah di SMA yang berlingkup hetrogen mulai dari siswa beragama Kristen, hindu, hingga katolik. Namun mereka selalu menerapkan kita hidup dinegara yang demokrasi sebagai manusia social maka jangan seganlah untuk saling tolong menolong dalam kebaikan.
****
             Pagi pun menyapa, mentari mulai tersenyum dengan menampakkan sianar indahnya *Emang dunia teletabies apa matahari bisa senyum sambil ketawa-ketiwi*. Seperti biasanya aku pergi sekolah, sedangkan ayahku berangkat memeras keringat demi beberapa suapan nasi *soalnya kalo cuma sesuap masih lapar sih* dan ibuku mulai bekerja sebagai ibu rumah tangga dengan setumpuk pekerjaan rumah yang selalu bikin encok punggung, kaki, dan pundak ibu. Merasa kasihan dan ingin membantu sih, tapi sekolah juga kewajibanku sebagai murid so nanti aja deh.
            “Kring… Kriiing… Kring..” dering bel yang menandakan time to study
            Kali ini malas menyerangku. Seakan-akan hatiku berontak untuk tetap focus dan mendengarkan khutbah guru bahasa Inggris. Bukan karena aku tak suka pelajaran itu, tapi terlalu pelan dan garing dalam menyampaikan pelajaran itu. And then aku mulai beraksi ku kirim sms ke Zhi. Para siswa yang paling koplak dikelas XII IPA 5. Dalam hitungan menit getarlah hp mereka bertiga.
            Me: garing banget pak Jhon, bikin ngantuk aja…
            Zhi: ya udah lu izin keluar aja, trus ambil air buat nyiram tu guru. Habis tu psti bsah.
Me: hahaha, parah banget idemu. GILAAA emang kmu kira tanaman apa?
Tiba-tiba sms dari nomer ibuku masuk, Drettt drettt “Ay, ibu di depan sekolahmu keluarlah”. Firasatku mulai berubah dari status good menjadi siaga 1. Sesegera mungkin aku menghampiri dan dengan keberanianku aku meminta izin untuk menemui ibuku. Tanpa perlu butuh waktu lama ibu menyuruhku mengemasi tas dan barang-barangku untuk segera membawanya pulang. Dengan rasa gundah dan gelisah aku menuruti semua perkataan ibuku.
Sesampai didepan rumah ribuan warga telah berkumpul dirumahku. Lalu dengan rasa pensaranku aku bertanya pada ibuku. Ternayata jawaban ibu membuatku jatuh pingsan. Takdir telah menyuratkan aku harus kehilangan ayah tercintaku. Yang selama ini selalu membimbingku kejalan yang benar. Selalu membuatku bangga dengan prestasi minimku. Yang selalu membuatku tertawa dalam sedihku. Selalu membuatku tenang dalam hidupku. Selalu bisa mengobati sakit dijiwa ini. Selalu menjadi teman curahan hatiku yang selalu setia dengnan ribuan soslusi yang berguna.
Alamku berduka mendalam dengan terpanggilnya seorang sosok yang tak pernah mementingkan kehidupan pribadinya. Sosok yang berprinsip khoiru an-naas anfauhum li an-naas membuatku tetap tegar meski aral melintang. Namun aku tak tahu bagaimana aku bisa terus maju dengan keadaanku sperti ini? Bahagaiman ibuku bisa membayar biaya sekolah, masuk perguruan tinggi dan selebihnya jika seperti ini?
****
            Sebulan sepeninggal ayahku aku selalu mengurung diri. Bahkan kewajiban bersekolahpun aku hiraukan. Hingga salah seorang psikolog muda sekaligus ustad disalah kampong sebrang dating kerumahku dengan maksud ingin menolongku. Awalnya aku menolak untuk melakukan terapi namun entah kenapa hati ini tergerak untuk membuka pintu untuknya. Hingga akhirnya aku menjalani terapi psikologi selama lima bulan sesaat sebelum Ujian Akhir Nasional.
            Lima bulan bersama Ilham ibn Hafidz membuatku merasakan benih-benih sayang dan perhatian. Namun aku sadar diri, jika aku hanya seorang siswa SMA yang sedang mengalami broken heart dan tak mungkin rasa itu mendapat balasan. Akhirnya ku jalani hari-hari hidup ini dengan penuh semangat dan optimis.
****
            Tepat saat hari terakhir Ujian Nasional. Sesampai dirumah aku mendapat kejutan dengan keramaian rumah, aku takut semua itu terulag kembali. Namun kali ini aku salah, bahkan rumahku ramai karena Ilham telah melamarku untuk menjadikan pendamping halalnya yang akan menemani setiap langkah hidup ini. Aku tak menyangka kebahagianku akan kembali dan senyum itu kan menghiasa wajahku dengan hadirnya seorang Ilham ibn Hafidz dalam hidupku sebagai ganti sosok ayahku yang telah kembali kepadaNya. Mungkin karena allah telah menyampaikan dalam al-Qur’an surat Al-Insyiroh ayat enam, yang berarti sesungguhnya sesudah kesulitan akan dating kemudahan. Karena aku yakin jika janji Allah tak akan pernah dusta dan mungkin inilah jawaban allah atas semua doa-doa dalam sujudku yang selalu aku panjatkan selama ini.
****

2 komentar:

FHEA mengatakan...

Walaaah, aku jadi kepo ini fakta apa bukaaan. Hohoho

Arina Istiqomah mengatakan...

hihihi, bukan cuma cerita iseng biasa :p